Kamis, 24 Januari 2008

TERSINGKIRNYA SARANA PENDIDIKAN DARI DUNIA PENDIDIKAN

Kalau kita mendengar prasarana dan sarana pendidikan di Jakarta Pusat, langsung dibenak kita terlintas ada sebuah sekolah dengan fasilitas lengkap dan serba modern. Sebuah sekolah yang megah, lengkap dengan semua ruang / lokal yang dibutuhkan untuk proses belajar mengajar, fasilitas sarana dan prasarana yang canggih, bangku yang kondisinya bagus, papan tulis white board dan slide yang dilengkapi dengan proyektor yang canggih, berjejernya beberapa unit computer dengan akses internet yang cepat dengan operator yang kompeten. Termasuk didalamnya tenaga pendidik dan operator computer sebagai sumber daya manusia utama yang cerdas dan selalu mengikuti arus informasi.

Namun ternyata kondisi itu tidak semuanya seperti yang kita bayangkan. Usaha Pemerintah untuk menyediakan sarana dan prasarana pendidikan yang bertujuan sebagai sarana penunjang pendidikan dan peningkatan mutu serta meningkatkan perluasana akses memperoleh pendidikan ternyata tidak semua dapat digunakan sebagaimana mestinya. Di Jakarta Pusat terdapat 145 Sekolah Menengah Umum dan Kejuruan. Dari jumlah tersebut terdapat 27 sekolah negeri yang terdiri dari 13 Sekolah SMA negeri dan 14 Sekolah SMK Negeri, dan sisa dari jumlah tersebut atau sekitar 118 sekolah adalah SMA dan SMK Swasta. Pemerintah Daerah melalui Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi Provinsi DKI Jakarta Anggaran Belanja Tahun 2004 telah mengalokasikan dana / memberikan subsidi langsung kepada seluruh SMA dan SMK Negeri di Jakarta Pusat seperangkat unit computer lengkap dengan program aplikasi yang dapat menunjang program pembelajaran sekolah jarak jauh (ICT) dan sistem administrasi sekolah atau sering disebut dengan SAS. Namun dari hasil data survei lapangan bahwa ternyata baru 25 % dari sekolah yang diberikan fasilitas dan sarana lengkap tersebut yang mengoperasikan dan menggunakan dengan maksimal, dan 75 % lainnya sekolah yang mendapatkan bantuan subsidi perangkat keras dan lunak computer tersebut belum maksimal menggunakannya. Atau hanya sekitar 7 sekolah negeri yang baru dapat memfaatkan dengan benar atau sekitar 20 sekolah negeri lainnya masih belum dapat memanfaatkan dengan benar. Sehingga computer dengan perangkat software dan hardware yang canggih tersebut menjadi barang pajangan di pojok ruang sekolah karena tidak ada seorang guru atau siswapun yang menggunakannya.

RELOKASI SEKOLAH

Sarana dan prasarana pendidikan adalah merupakan sarana yang tidak berdiri sendiri di suatu wilayah. Sarana pendidikan tersebut pasti akan terkait, terpengaruh atau mempengaruhi fasilitas – fasilitas sarana prasarana non pendidikan yang lain secara spasial. Dalam membuat perencanaan sarana pendidikan di sebuah kota, dalam menentukan letak / lokasi sarana dan prasarana tersebut harus mempertimbangkan efisien, efektif dan dampak dari penentuan sebuah lokasi.

Selain itu dalam menentukan lokasi sarana pendidikan juga harus mempertimbangkan pengembangan wilayah, kedudukan lokasi sarana pendidikan terhadap sarana perkotaan lainnya, fasilitas pendukung , akses, transportasi dll. Lokasi suatu sarana pendidikan sangat erat kaitannya dengan lokasi sarana dan prasarana pendukung lainnya. Misalnya suply anak didik, akses, kondisi lingkungan, jalan dan tranportasi dll. Sangat diharapkan bahwa dalam menentukan sebuah lokasi sarana pendidikan haruslah berdaya guna dan berhasil guna serta mampu menampung seluruh kriteria ideal penentuan lokasi sebuah sarana pendidikan.

PROFIL KOTA

Kota adalah suatu wilayah yang memiliki ciri-ciri antara lain mata pencaharaian masyarakatnya sebagian besar bukan pertanian / non agraris. Sebuah kota tidak dapat dipandang hanya dari satu sisi, tetapi harus dilihat secara keseluruhan. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memandang sebuah kota / mengetahui profil kota, yaitu dari sisi fisik dan dari sisi non fisik. Dari sisi fisik antara lain dapat dipandang dari sisi posisi kota, batas-batas wilayah, topografi, pembagian wilayah, bentang alam / letak suatu lokasi kota di alam tersebut. Selain dari sisi non fisik, maka kondisi suatu kota dapat dilihat dari segi administatif yang meliputi jumlah penduduk sebagai dasar untuk mengklasifikasikan termasuk daerah perkotaan atau pedesaan, penduduk berdasarkan golongan usia, ekonomi base dan mata pencaharian terbesar penduduk tersebut.

Sedangkan untuk melihat akan menjadi apa kota tersebut nantinya, maka dapat dilihat dari rencana tata guna lahan dan Rencana Tata Ruang Wilayah yang disana dijelaskan secara detail tentang manfaat dan kegunaan dari semua lahan yang terbentang pada wilayah tersebut

PERENCANAAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN

embangunan pendidikan di wilayah kota Jakarta Selatan masih menghadapi berbagai permasalahan, baik sebagai akibat dari dampak krisis ekonomi dalam berbagai bidang kehidupan, maupun sebagai akibat perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Persoalan tersebut dikhawatirkan masih akan memberi dampak yang kurang menguntungkan terutama bagi upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) di kota Jakarta Selatan. Dalam keadaan seperti itu, sistem pendidikan dituntut untuk menyiapkan SDM yang bermutu yaitu yang memiliki kemampuan bersaingan dengan wilayah lain. Dalam era persaingan global SDM Indonesia harus mampu menguasai keahlian yang terus berkembang dalam ilmu, teknologi dan seni, mampu bekerja secara profesional dan dapat belajar sepanjang hayat, serta mampu menghasilkan karya unggul yang dapat bersaing di pasar global.

1. Peran Serta Masyarakat dalam Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003

Dalam UU Sisdiknas di sebutkan bahwa peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha dan organisasi kemasyarakatan. Masyarakat dapat berperan sebagai sumber, pelaksana, penyelenggaran, pengendalian mutu dan pengguna hasil pendidikan. Di dalam peningkatan mutu pendidikan masyarakat dapat berperan sebagai perencana, pengawas, dan evaluasi program pendidikan. Disamping masyarakat juga diberikan hak untuk menyelenggarakan pendidikan formal dan nonformal dengan mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta manajemen pendanaannya sesuai dengan standar nasional pendidikan.

Di Indonesia peran serta masyarakat diwujudkan dengan dibentuknya Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah disamping lembaga – lembaga lain yang melakukan pendidikan formal maupun informal yang berbasis masyarakat. Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dibentuk dengan tujuan untuk berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana serta pengawasan pendidikan.

PENDIDIKAN SEBAGAI PROSES MENEJEMEN

Pendekatan system dibagi menjadi 2

  1. Prakiraan kebutuhan
  2. Pemecahan masalah

Kedua pendekatan ini kemudian nantinya akan diintegrasikan ke dalam sebuah pendekatan system yang digunakan sebagai dasar untuk melakukan sebuah perencanaan pendidikan.

Pendidikan suatu proses : yaitu untuk memberikan kepada peserta didik:

- ketrampilan;

- pengetahuan

- kecakapan

- sikap

agar nantinya mereka bisa survive dan menghasilkan sebuah karya di masyarakat mereka tinggal setelah meninggalkan institusi pendidikan formal.

Outputnya diharapkan minimal dapat meningkatkan ketrampilan, informasi, percaya diri, mandiri dan bagaimana bersikap dalam kehidupannya. Karena setiap manusia harus mampu bertahan hidup serta dapat meningkatkan (mengeksplore) dirinya untuk diri sendiri dan lingkungannya.

Hal tersebut merupakan hal yang mendasar yang harus dipahami oleh para perencana pendidikan, ahli kurikulum dsb, sehingga dalam membuat suatu perencanaan bahkan regulasi pendidikan dapat membuahkan sebuah hasil yang sangat diharapkan.

Tugas dari seorang manager pendidikan adalah merencanakan, menyusun serta melaksanakan sistem belajar yang efisien dan efektif guna mengatasi permasalahan pendidikan. Tidak itu saja tetapi juga bertanggung jawab kepada masyarakat terhadap hasil pelaksanaan pendidikan yang telah dilakukan serta melakukan evaluasi guna revisi / penyempurnaan kembali.

PEMBERLAKUAN PARADIGMA BARU PENGELOLAAN PENDIDIKAN

Dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999, memang telah membawa perubahan paradigma ketatanegaraan, termasuk pengelolaan Sistem Pendidikan. Dimana telah terjadi perubahan struktural dalam pengelolaan pendidikan, dan berlaku juga pada penentuan stakeholder didalamnya. Jika dimasa lalu stakeholder pendidikan itu sepenuhnya ada ditangan aparat pusat, maka dengan era otonomi pendidikan sekarang ini peranan sebagai stakeholder itu lebih bertumpu pada pemerintah daerah.

Salah satu model pengelolaan pendidikan yang kini dilaksanakan oleh Departemen Pendidikan Nasional adalah Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Yang telah sesuai dengan amanat PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan kususnya pasal 49 ayat 1 yang bunyinya “ Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan dan akuntabilitas”. Pengelolaan satuan pendidikan yang dimaksud adalah meliputi perencanaan program, penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kegiatan pembelajaran, pendayagunaan pendidik dan tenaga kependidikan, pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan, penilaian hasil belajar dan pengawasan. Manajemen Berbasis Sekolah merupakan salah satu model manajemen pendidikan yang berbasis pada otonomi atau kemandirian sekolah dan aparat daerah. Keberhasilan dalam pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah sangat ditentukan oleh perwujudan kemandirian manajemen pendidikan pada tingkatan kabupaten kota sebagai regulator dan di sekolah sebagai operator. Manajemen Berbasis Sekolah merupakan jawaban atas tantangan pendidikan di masa depan. Dalam Undang-undang No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas), khususnya Bab VII (Pembangunan Pendidikan) digambarkan bahwa dunia Pendidikan di Indonesia menghadapi tiga tantangan besar, yaitu sistem pendidikan nasional dituntut untuk melakukan perubahan dan penyesuaian sehingga dapat mewujudkan proses pendidikan yang lebih demokratis, memperhatikan keberagaman kebutuhan / keadaan daerah dan peserta didik, serta mendorong peningkatan partisipasi masyarakat.

KAJIAN LOKASI SEKOLAH

Sarana dan prasarana pendidikan adalah merupakan sarana yang tidak berdiri sendiri di suatu wilayah. Sarana pendidikan tersebut pasti akan terkait, terpengaruh atau mempengaruhi fasilitas – fasilitas sarana prasarana non pendidikan yang lain secara spasial. Dalam membuat sebuah perencanaan sebuah kota misalnya, dalam menentukan letak / lokasi sarana dan prasarana harus mempertimbangkan efisien, efektif dan dampak dari penentuan sebuah lokasi.
Selain itu dalam menentukan lokasi sarana pendidikan juga harus mempertimbangkan pengembangan wilayah, kedudukan lokasi sarana pendidikan terhadap sarana perkotaan lainnya, fasilitas pendukung , akses, transportasi dll. Lokasi suatu sarana pendidikan sangat erat kaitannya dengan jalan yang merupakan jalur transportasi yang menghubungkan antara sarana pendidikan tersebut dengan lokasi-lokasi tertentu di sekitarnya. Dalam hal ini jalan yang menghubungkan antara sarana pendidikan dengan lokasi tersebut haruslah berdaya guna dan berhasil guna serta mampu menampung seluruh volume kendaraan yang ada serta dapat digunakan oleh para pengguna jalan dengan nyaman.

KAJIAN JENIS SEKOLAH PADA KAWASAN KUMUH

Kondisi kota di Indonesia berkembang pesat dan berfungsi sebagai pusat kegiatan, yang dilengkapi dengan penyediaan layanan primer maupun sekunder. Kondisi ini mendorong penduduk dari daerah lain maupun pedesaan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik di pusat - pusat kegiatan. Perpindahan ke pusat-pusat kegiatan ini mengakibatkan munculnya kawasan-kawasan permukiman yang tidak layak huni. Kemunculan kawasan yang tidak layak huni bahkan menjadi kumuh, tersebut disebabkan oleh pertambahan penduduk yang lebih cepat dibandingkan dengan kemampuan pemerintah dalam menyiapkan hunian dan pelayanan primer lainnya seperti air bersih dan sanitasi. Pertumbuhan yang terlalu cepat khususnya pada masyarakat yang berpenghasilan rendah sehingga menimbulkan kemiskinan yang mengakibatkan penguasaan lahan-lahan kota secara liar.

Pada umumnya kemiskinan disebabkan oleh rendahnya tingkat pendapatan dan sumber daya produktif yang menjamin kehidupan dan kesinambungan. Hal itu ditandai dengan kerentanan, ketidak berdayaan, keterisolasian dan ketidakmampuan untuk menyampaikan aspirasi. Kemiskinan yang demikian ini disebut sebagai kemiskinan struktural yang dikarenakan akibat perbedaan perolehan hasil pembangunan (inequality). Kendatipun demikian, kemiskinan tidak melulu berkaitan dengan masalah kesejahteraan masyarakat, namun juga terkait dengan aspek lainnya seperti akses-akses kepada infrastruktur dasar dan peluang kerja.

Kondisi tersebut mengakibatkan beberapa persoalan sosial seperti rendahnya kualitas dan produktivitas sumber daya manusia, tingginya beban sosial ekonomi masyarakat, rendahnya partisipasi masyarakat, menurunnya ketentraman umum, menurunnya kepercayaan masyarakat kepada birokrasi, banyaknya anak putus sekolah dan kemungkinan merosotnya kualitas hidup generasi muda yang akan datang. Hal ini diperkuat dengan kenyataan terus merosotnya Indeks Pembangunan Manusia Indonesia dari 0,684 ke 0,682. Berdasarkan Human Development Report 2003 yang dikeluarkan oleh Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP), peringkat HDI Indonesia turun dari 110 ke 112 dari 175 negara (Laporan Pembangunan Manusia UNDP 2004). Di lingkungan negara ASEAN, peringkat Indonesia hanya lebih baik dari Kamboja, Myanmar dan Laos.

DARI KBK KE MBS

Dalam buku ini J. Drost, SJ berbicara tentang permasalah pendidikan di Indonesia secara menyeluruh baik dalam wacana maupun dalam praktik kehidupan sehari-hari. Mulai dari permasalahan kurikulum, pengajaran dan pendidikan, humaniora, evaluasi, pendidikan budi pekerti, manajemen, mutu pendidikan, guru, dan peran orang tua dalam pendidikan. Perhatiannya terhadap pendidikan begitu besar dan memandang pendidikan di Indonesia sangat kritis terutama tentang pelaksanaan dan pembangunan pendidikan di Indonesia. Gagasan yang sangat menonjol dari Romo Drost adalah mengajar adalah mendidik. Lewat pengajaran yang sungguh baik, seorang guru mendidik siswanya menjadi pandai sekaligus baik. Menurut dia tidak ada pemisahan antara tugas guru sebagai pengajar dan sekaligus pendidik. Romo Drost juga tidak hanya memberikan kritik dan saran terhadap sistem pendidikan, namun juga memberikan tuntunan terhadap pembaca cara mendidik dan mengajar, model sekolah yang baik, evaluasi atas pengajaran, pendidikan dalam keluarga dan juga manajemen pendidikan. Beliau juga menentang adanya Kurikulum Berbasis Kompetensi menurut Romo Drost bahwa kurikulum berbasis kompetensi ini tidak ada dan hanya merupakan hal kebohongan belaka karena tidak mungkin ada dalam sistem pendidikan sekolah menengah di Indonesia, dan sangat menyarankan untuk menggunakan Kurikulum Bertujuan Kompetensi.

BEBERAPA MASALAH YANG TERKAIT DENGAN MASALAH PENDIDIKAN

Prasarana dan sarana merupakan bangunan dasar yang sangat diperlukan untuk mendukung kehidupan manusia yang hidup bersama-sama dalam suatu ruang yang terbatas, agar manusia dapat bermukim dengan nyaman dan dapat bergerak dengan mudah dalam segala waktu dan cuaca, sehingga dapat hidup dengan sehat dan dapat berinteraksi satu dengan lainnya dalam mempertahankan kehidupannya (Depkimpraswil, 2002). Peran sarana dan prasarana adalah sebagai mediator antara sistem dan sosial dalam tatanan kehidupan manusia dengan lingkungannya.
Dalam dunia pendidikan kata kunci prasarana dan sarana adalah ”sekolah”. Karena pada kondisi formal sekolah merupakan pusat mediator terjadinya interaksi antara guru sebagai pengajar dan murid sebagai peserta belajar, disanalah diharapkan akan terjadi sebuah transfer ilmu pengetahuan dari guru sebagai nara sumber dan murid sebagai penerima ilmu.
Karena begitu pentingnya arti ”sekolah” maka dalam usaha menyediakan prasarana dan sarana pendidikan (sekolah), dituntut untuk lebih rasional, efektif, efisien dan berhati-hati dengan mempertimbangkan berbagai masalah yang akan muncul dan yang sudah muncul (kondisi eksisting) sebelum bahkan sampai berdirinya sebuah sekolah. Mengingat sekolah sebagai pusat interaksi antara beberapa komunitas pendidik, maka sangat dimungkinkan akan menjadi pusat berkumpulnya beberapa komunitas yang berasal dari berbagai wilayah disekitarnya atau bahakan jauh dari lokasi sekolah tersebut.

ANALISIS SPASIAL

Pada umumnya pada tiga dasawarsa terakhir ini kondisi kota di Indonesia berkembang pesat yang berfungsi sebagai pusat kegiatan, dan dilengkapi dengan penyediaan layanan primer maupun sekunder, yang mendorong penduduk dari daerah lain maupun pedesaan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik di pusat - pusat kegiatan. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap kota-kota kecil disekitar pusat kota ikut menjadi lebih berkembang. Wilayah Jabodetabek yang memiliki luas 1764 km2 terdiri dari Jakarta, Depok, Tangerang dan Bekasi dengan jumlah penduduk seluruhnya 17.889.920 jiwa, dimana Jakarta sebagai pusat kota dan Bogor, Tangerang dan Bekasi sebagai kota satelit, memiliki kaitan (interaction) yang sangat erat sekali. Hal ini disebabkan karena kota Jabodetabek yang pada umumnya jarak antar kota tidak terlalu jauh, yaitu hanya berkisar 30 – 60 km dari pusat kota terpengaruh dengan perkembangan kota Jakarta (distance), dan secara geofrafis, wilayah Jabodebatek berupa daerah dataran dan pegunungan yang saling berdampingan sehingga sulit untuk mengenali batas wilayah. Hal ini yang menjadikan terjadinya pergerakan (movement) elemen yang luar biasa dari pusat kota dan sebaliknya dengan kota-kota disekitar. Disamping masih banyaknya lahan yang dapat digunakan sebagai lahan hunian sehat di luar pusat kota, juga karena masih banyak para pekerja yang ada di Jakarta dan kota – kota lainnya yang tidak menetap di kota tersebut. Biasanya mereka sebagai penglaju (commuter).

ANALISIS PEMUKIMAN

Pada umumnya dalam tiga dasawarsa terakhir ini kondisi kota di Indonesia berkembang pesat yang berfungsi sebagai pusat kegiatan, dan dilengkapi dengan penyediaan layanan primer maupun sekunder, yang mendorong penduduk dari daerah lain maupun pedesaan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik di pusat - pusat kegiatan. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap kota-kota kecil disekitar pusat kota ikut menjadi lebih berkembang. Demikian juga dengan sistem pemukiman yang terjadi pada suatu wilayah.
Adanya suatu populasi penduduk pada suatu wilayah perkotaan, adanya distribusi orde kota, rank size distribution serta atribut suatu wilayah pemukiman disuatu kota mempengaruhi sistem pemukiman yang ada. Selain adanya beberapa fasilitas yang terdapat dilingkungan pemukiman, fungsi dari masing-masing fasilitas serta peran dari masing-masing pusat pelayanan dalam sebuah sistem wilayah regional.

AKTIVITAS GUNA LAHAN

Sekolah Menengah Atas Negeri 68 Jakarta merupakan sekolah menengah atas unggulan di wilayah Jakarta Pusat. Dengan luas secara keseluruhan 3.213 m2. Lahan tersebut secara keseluruhan digunakan untuk bangunan seluas 957 m2, untuk lahan halaman seluas 1.569,30 m2, dan untuk kegunaan lapangan olahraga seluas 686,70 m2.
Sekolah ini berdiri sejak tahun 1981 yang menampung siswa sebanyak 518 siswa yang terdiri dari siswa kelas I sebanyak 296 siswa, siswa kelas II sebanyak 295 siswa dan siswa kelas III sebanyak 303 siswa. Sekolah ini juga memiliki kelas bertaraf internasional yang menampung 20 siswa.
Jumlah guru di SMAN 68 sebanyak 72 orang yang terdiri dari 55 guru tetap (PNS), 9 guru tidak tetap dan 8 guru bantu, dengan rata-rata pengalaman mengajar selama 26 tahun. Disamping terdapat 31 orang tenaga administrasi yang memiliki ijazah terakhir rata-rata SLTA.
Di Sekolah Menengah Atas Negeri 68 dilengkapi dengan 23 ruang teori, 1 ruang laboratorium audio, 1 laboratorium komputer, 2 ruang perpustakaan 1 ruang Usaha Kesehatan Sekolah, 9 ruang kantin, 2 koperasi, 1 ruang Bimbingan Konseling, 1 ruang kepala sekolah, 2 ruang guru, 1 ruang Tata Usaha, 1 ruang OSIS, 2 kamar mandi, 3 gudang, 1 rumah penjaga sekolah dan 1 green house.