Kamis, 24 Januari 2008

PEMBERLAKUAN PARADIGMA BARU PENGELOLAAN PENDIDIKAN

Dengan dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999, memang telah membawa perubahan paradigma ketatanegaraan, termasuk pengelolaan Sistem Pendidikan. Dimana telah terjadi perubahan struktural dalam pengelolaan pendidikan, dan berlaku juga pada penentuan stakeholder didalamnya. Jika dimasa lalu stakeholder pendidikan itu sepenuhnya ada ditangan aparat pusat, maka dengan era otonomi pendidikan sekarang ini peranan sebagai stakeholder itu lebih bertumpu pada pemerintah daerah.

Salah satu model pengelolaan pendidikan yang kini dilaksanakan oleh Departemen Pendidikan Nasional adalah Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Yang telah sesuai dengan amanat PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan kususnya pasal 49 ayat 1 yang bunyinya “ Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan dan akuntabilitas”. Pengelolaan satuan pendidikan yang dimaksud adalah meliputi perencanaan program, penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kegiatan pembelajaran, pendayagunaan pendidik dan tenaga kependidikan, pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan, penilaian hasil belajar dan pengawasan. Manajemen Berbasis Sekolah merupakan salah satu model manajemen pendidikan yang berbasis pada otonomi atau kemandirian sekolah dan aparat daerah. Keberhasilan dalam pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah sangat ditentukan oleh perwujudan kemandirian manajemen pendidikan pada tingkatan kabupaten kota sebagai regulator dan di sekolah sebagai operator. Manajemen Berbasis Sekolah merupakan jawaban atas tantangan pendidikan di masa depan. Dalam Undang-undang No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas), khususnya Bab VII (Pembangunan Pendidikan) digambarkan bahwa dunia Pendidikan di Indonesia menghadapi tiga tantangan besar, yaitu sistem pendidikan nasional dituntut untuk melakukan perubahan dan penyesuaian sehingga dapat mewujudkan proses pendidikan yang lebih demokratis, memperhatikan keberagaman kebutuhan / keadaan daerah dan peserta didik, serta mendorong peningkatan partisipasi masyarakat.

Tidak ada komentar: